PANGKALPINANG, WARTA APOTEKER – Apoteker Klinis, apt. Sudarsono, M.Sc (Clin.Pharm), mengajukan pertanyaan dalam status Facebook-nya.
Statusnya didahului dengan satu paragraf yang menerangkan jika definisi “praktik’ dalam UU 17/2023 adalah tenaga kesehatan dan tenaga medis yang memberikan pelayanan kesehatan (preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif & paliatif), maka apakah hanya “apoteker pemberi pelayanan profesi kefarmasian atau pelayanan keapotekeran” saja yang dalam melaksanakan praktik keapotekerannya yang wajib memiliki SIP? (Penulisan diedit seperlunya tanpa mengurangi maksud dan tujuan aslinya, red)
“Lantas bgmn dg apoteker lainnya yg melakukan praktik kefarmasian Non Pelayanan Kefarmasian ?🤔…” tanya Sudarsono.
Hal ini bukan tanpa alasan, pasalnya tidak kurang dari tiga diskusi yang menyebutkan bahwa (SIP) Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan hanya diberikan kepada yang praktik di fasilitas pelayanan kesehatan.
SIP merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik sehingga semua pelayanan kesehatan yang diberikan bersifat legal, sesuai prosedur, dan dapat dipertanggungjawabkan.
SURAT IZIN PRAKTIK
Dalam Bab I Ketentuan Umum, UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 yang dimaksud dengan Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.
Terkait perizinan dalam Pasal 264 ayat (6) berbunyi bahwa SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak berlaku apabila:
a. habis masa berlakunya;
b. yang bersangkutan meninggal dunia;
c. STR dicabut atau dinonaktifkan;
d. SIP dicabut; atau
e. tempat praktik berubah.
PBF Dan Industri Tidak Termasuk Tempat Praktik Apoteker?