YOGYAKARTA, WARTA-APOTEKER.com – Bahaya resistensi antibiotik bagi masyarakat tidak bisa dianggap enteng. Pasalnya kekebalan bakteri dan mikroba, akan membuat manusia yang sakit jauh lebih susah untuk diobati menuju kesembuhan. Salah satu penyebab mikroba dan bakteri bisa kebal obat, justru karena penggunaan obat-obatan antibiotik yang cenderung tidak rasional dan salah.
Apoteker Sudarsono mengatakan bahwa salah satu cara untuk mencegah bahaya resistensi bakteri dan mikroba adalah dengan meningkatkan kewenangan Apoteker agar obat-obat antibiotik yang diberikan kepada pasien, dipantau dan dievaluasi dengan tepat melalui pelayanan keapotekeran.
Pelayanan keapotekeran ini difokuskan dengan pemberian dan konsultasi obat oleh Apoteker, agar tepat dan patuh dosis, sediaan, waktu minum, penyimpanan serta pemusnahanan obat yang benar.
“Brand positioning Apoteker adalah praktik di Apotek, sebagai bagian dari pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Sama seperti saat pasien datang ke klinik atau puskesmas, peranan Apotek dan Apoteker adalah membantu pasien untuk mendapatkan perbaikan kualitas hidup dan kesembuhan, melalui pemberian obat yang rasional dan edukasi oleh Apoteker” demikian dikatakan oleh Apoteker Sudarsono dalam sesi diskusi online AMR: Branding Apoteker Komunitas Dalam Mengawal Penggunaan Antibiotik Rasional.
Dalam mendapatkan obat, masyarakat seringkali lalai. Mereka membeli obat secara sembarangan di tempat-tempat ilegal. Di pasar-pasar, di toko-toko mereka bebas mendapatkan obat polosan yang dikemas ulang tanpa identitas jelas dan tanpa ada tenaga kesehatan di tempat tersebut. Salah satu faktor resiko berbahaya, bila obat didapatkan dengan cara demikian. Karena tidak jelas: kadaluarsa, komposisi, batch, serta kesesuaian dengan keluhan sakit pasien.
Apoteker Roviq Adi Prabowo dari One Academy, salah satu pembicara di acara tersebut ikut menggaris bawahi bahwa branding Apoteker harus semakin masif ditingkatkan kewenangan dan akses praktiknya.
“Tugas para Apoteker untuk mem-branding dirinya, bukan hanya apoteknya saja kepada masyarakat. Jangan hanya di branding tempat apoteknya, tapi jauh lebih penting masyarakat harus mengenal Apotekernya.
Tepat obat bisa diperoleh dari pelayanan seorang Apoteker. Apoteker sudah harus berani dalam mengambil keputusan profesional, mana obat yang rasional harus dikonsumsi pasien agar sembuh. Bukan sekadar transaksional obat belaka” demikian ditegaskan Apoteker Roviq Adi Prabowo dari One Academy dalam materi presentasinya.
Branding Apoteker ini, selain memastikan pasien mendapatkan obat tepat juga akan mengurangi kesalahan penggunaan obat serta masyarakat terlindungi dari bahaya resistensi dalam konsumsi obat antibiotik dan antimikroba.
“Di saat masyarakat minim mendapatkan konsultasi obat saat periksa, celah ini harus di ambil alih oleh Apoteker. Jika memang ahli obat adalah Apoteker, maka kuatkan intervensi konsultasi pasien ini agar paham bagaimana obat bisa menyembuhkan penyakitnya. Tidak cukup hanya bilang, nanti diminum 2x sehari ya… Tidak. Harus ada profesional konsul antara Apoteker dan pasien” tambah Roviq dalam pemaparannya.
Ketika obat di berikan oleh Apoteker sebagai ahlinya, maka saat itu pula manfaat optimal obat akan dirasakan dan bahaya resistensi obat bisa dicegah bersama.
PRINSIP 5A
Ada prinsip 5A yang bisa dijadikan pegangan masyarakat, untuk menghindari bahaya kekebalan bakteri terhadap obat, direkomendasikan oleh Apoteker Pedui AMR yang merupakan bagian dari PAPRA (Perkumpulan Aksi Pengendalian Resistensi Antimikroba):
- A1: Antibiotik adalah obat yg hrs digunakan rasional, diserahkan oleh Apoteker anda
- A2: Apoteker adalah ahli obat, konsultan obat anda
- A3: Apotek sarana pelayanan kesehatan resmi, memberi pelayanan keapotekeran untuk obat anda
- A4: Ayo patuh dosis ! Pakai, simpan dan musnahkan obat sesuai petunjuk Apoteker
- A5: Apoteker bersama anda, berkolaborasi mencegah bahaya resistensi obat antibiotik
PAPRA kedepannya berkomitmen terus berperan dalam aksi pencegahan dan pengendalian bahaya resistensi antibiotik bersama para Apoteker Praktik di pelayanan kesehatan.