
CILEUNGSI, WARTA-APOTEKER.com – Apoteker merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang cukup diminati oleh kalangan masyarakat.
Untuk menjadi seorang Apoteker, harus mengikuti Pendidikan S1 Sarjana Farmasi terlebih dahulu kemudian melanjutkan Pendidikan Profesi Apoteker selama satu tahun dan mengikuti Uji Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI) sebagai penentu kelulusan seorang mahasiswa apoteker untuk dapat bekerja secara legal sebagai apoteker.
Namun realitanya yang terjadi UKAI menjadi momok menakutkan bagi para calon Apoteker untuk bisa menyandang gelar terhormat tersebut, begitulah kutipan yang diambil dari salah satu postingan akun Instagram @gfmi.official yang menuntut adanya keadilan untuk mereka yang dipersulit dalam kelulusan Ujian Apoteker dengan memviralkan tagar #evaluasiukai2022 dan #savecalonapoteker di media Instagram dan Twitter.
BACA JUGA
Banyak Peserta UKAI CBT Gagal Mencapai NBL, Bimbel UKAI Laku Keras?
“GFMI menilai polemik permasalahan UKAI ini akan selalu terjadi dan memang UKAI ini harus dievaluasi secara menyeluruh dari sistem, konsep hingga pelaksanaan karena ini menyangkut kepentingan banyak calon Apoteker,” ujar Andri Azhari penggagas GFMI, organisasi komunitas yang mewadahi kepentingan para calon Apoteker dan Apoteker Muda dalam merajut persatuan dan dalam memperjuangkan hak-hak profesi Apoteker, dalam keterangan resmi yang diterima WARTA-APOTEKER.com.
Masih menurut Andri, GFMI menampung aspirasi lebih dari 2000 Mahasiswa Apoteker di periode ini yang menuntut transparansi hasil UKAI periode Agustus 2022.
Sedih banget temen2ku ga lulus ujian tipis banget cuma 1-3 soal doang dari batas lulus nyesek banget dan harus ngulang ujian di periode februari kek vacum udah selesai kuliah tapi bukan apoteker, gatau mau kerja apa gimana, belajar kita bayar bimbel mahal banget 😭
— Rin 🎪 🐶 (@Seungminpuppies) August 30, 2022
LEBIH 50% PESERTA UKAI CBT TIDAK LULUS
Data yang berhasil GFMI himpun, ada sekitar 50-70% peserta UKAI periode ini yang tidak lulus UKAI CBT dari berbagai Program Studi Profesi Apoteker. Permasalahan UKAI ini terjadi berawal dari tidak adanya informasi standarisasi kelulusan yang harus dicapai oleh mahasiswa Apoteker sejak awal, berujung pada kenaikan standar kelulusannya atau Nilai Batas Lulus dari 52,50 menjadi 56,50.
Hal tersebut membuat kekecewaan para calon Apoteker karena menurut mereka informasi yang diketahui sejak awal adalah NBL 52,50 untuk acuan minimal kelulusan dan aturan penentuan standar tersebut yang tidak memiliki landasan yang jelas sehingga mereka merasa hal ini merugikan bagi mereka yang telah berjuang sejak awal perkuliahan menghabiskan banyak waktu dan uang namun menjadi sia-sia karena dipatahkan dengan kenyataan UKAI yang menyebabkan mereka tidak lulus dan tidak dapat menyandang gelar Apoteker.
Pak bantu up permasalahan dan kendala bagi mahasiswa/i apoteker indonesia🙏🏻 kami mendapatkan ketidakadilan padahal sudah ada Permendikbud no 2 tahun 2020 tetapi tidak di terapkan. #savecalonapoteker #evaluasiukai2022 pic.twitter.com/vZfbHBSO3M
— savecalonapoteker (@Elfkriss) August 30, 2022
“Saya rasa polemik ini bukan hanya calon apoteker yang dirugikan tapi juga negara dan masyarakat, karena negara dan masyarakat hari ini masih membutuhkan banyak keberadaan seorang Apoteker yang bisa mengedukasi terkait obat-obatan, bisa kita survey jumlah Apoteker sekarang di lapangan, jika pihak penyelenggara mempersulit kelulusan Apoteker ini ya sama saja dengan tidak mendukung kebutuhan negara dan masyarakat,” ungkap Dani yang juga penggagas GFMI dalam keterangan resmi yang sama.
Ini tulisan yang bagus dan perlu untuk diangkat, semangat terus apoteker